Indonesia menjadi salah satu negara yang paling penting di Asia Tenggara dan Asia Timur – Australia yang digunakan burung laut dalam bermigrasi. Indonesia memiliki 17.000 pulau yang membentang dengan 75% wilayah Indonesia adalah laut. Terdapat 55 jenis burung laut yang menggunakan perairan Indonesia saat mencari makanan dan beristirahat dan beberapa diantaranya dilindungi berdasarkan perlindungan internasional dan nasional dikarenakan ancaman dan jumlah populasi di dunia yang mulai berkurang.
Burung laut berbiak di pulau-pulau Antartika, Pasifik, Jepang, Korea, Cina dan pada saat tidak berbiak akan melakukan perjalanan ke perairan Indonesia. Beberapa lokasi sebagai lokasi dalam bermigrasi, antara lain di perairan Selat Sunda, Teluk Jakarta, Yogyakarta, Cilacap, Bali, Laut Banda. Perairan-perairan terkadang terdapat pulau atau karang yang dapat dijadikan sebagai lokasi beristirahat untuk burung laut.
Penyelamatan Burung Laut di Indonesia
Burung laut menghabiskan sebagian besar hidupnya di laut, sehingga mengembangkan karakteristik morfologi tubuhnya yang disesuaikan dengan lingkungan laut. Beberapa jenis memiliki ciri khas unik, yaitu memiliki paruh seperti hidung pipa dan terkait pada bagian ujungnya, serta hidung terbuka seperti pipa ganda pada paruh atas. Hidung ini sangat berperan besar dalam penciuman saat burung mencari mangsa yang berupa ikan, plankton, krustasea di laut.
Selain itu, burung laut memiliki sayap yang panjang dengan kepakan yang pelan berguna saat menunggu mangsanya untuk ditangkap. Warna bulunya yang tidak secerah burung yang biasa ditemukan di hutan membuat burung ini dapat berkamuflase dengan baik saat mencari pakan di laut.
Burung laut biasanya menggunakan sesuatu yang mengapung di air untuk beristirahat, seperti kayu, sampah organik atau non organik. Pada saat burung laut berbiak, mereka akan menggunakan pesisir atau tebing batu untuk meletakkan telur mereka hingga membesarkan anak
Dikarenakan burung laut sebagian besar hidupnya di laut, maka tidak heran burung laut dapat menjadi salah satu indikator lingkungan laut. Burung laut menjadi salah satu puncak rantai makanan, perubahan tingkat trofik yang lebih rendah atau di lingkungan fisik dan kimia akan berpengaruh pada populasi burung laut.
Berdasarkan organisasi meteorologi dunia tahun 2016 suhu bumi meningkat 1.1 derajat celcius. Peningkatan suhu ini sangat mempengaruhi suhu atmosfer global yang terserap di lautan dan berpengaruh akan kematian terumbu karang yang menjadi salah satu tempat berlindung dan makan ikan.
Pengaruhnya lagi akibat meningkatnya suhu bumi adanya penurunan klorofil A bagian dari fitoplankton yang menjadi pakan dari zooplankton dan bila dikaitkan dengan rantai makanan maka berpengaruh terhadap keberadaan ikan di laut yang menjadi pakan dari burung laut dan hewan laut lainnya.
Keberadaan burung laut sangat dipengaruhi oleh tekanan antropogenik seperti eksploitasi besar-besaran sumber daya yang berupa makanan dan polusi pembuangan limbah yang dapat mengancam habitat burung laut.
Di Teluk Jakarta, misalnya, ditemukan adanya ancaman pada burung laut, yaitu pada jenis Cikalang Christmas (Fregata andrewsi) dan Dara-laut kecil (Sterna albifrons). Ancaman tersebut antara lain terkena alat pancing hingga mengalami kematian, perburuan, pemberian racun, pemberian senar pada kaki burung, dan sampah.
Sampah yang ada di laut terkadang tidak sengaja dimakan karena burung laut mengira bahwa sampah yang mengambang adalah ikan. Di daerah lain, di salah satu pulau di Laut Banda, nelayan lokal masih mengambil telur burung laut untuk dimakan.
Berdasarkan penelitian di luar negeri dari tahun 1962 hingga 2012, tercatat 60% burung laut terdapat sampah pada bagian perutnya yang antara lain berisi tutup botol, sisa balon, korek api, sikat gigi dan mainan plastik.
Laut yang terkena polusi juga mempengaruhi perkembangan telur dan anak dari burung laut, adanya Cadmium dan Merkuri yang tinggi di perairan diserap oleh mangsa dari burung laut dan berpengaruh akan telur yang dihasilkan, telur burung laut mudah pecah sebelum waktunya, mempengaruhi perkembangan sistem syaraf, ketidaksempurnaan embrio bahkan steril-nya individu burung laut.
Selain perkembangan ke burung laut, polusi yang berada di perairan laut ternyata berpengaruh juga pada penghasilan ikan dan hasil laut lainnya, seperti pada penelitian yang dilakukan oleh Haryati dkk pada 2013 yang menghitung adanya polusi di perairan Teluk Jakarta mempengaruhi produktivitas kerang hijau hingga U$ 2,700 per tahun.
Burung Laut Indonesia
Organisasi yang menjadi mitra dalam melakukan monitoring burung laut telah melakukan kegiatan inventarisasi data sejak tahun 2009 bersama dengan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) dan Lembaga Ilmu Pengetahun Indonesia (LIPI). Dari hasil tersebut diharapkan mulai adanya konservasi pada burung laut.
Monitoring yang pernah dilakukan antara lain, pada jenis burung laut dengan status kritis yaitu Cikalang Christmas atas dana dari pemerintah Australia. Hasil monitoring ini menghasilkan seri data mengenai jumlah populasi Cikalang Christmas yang berguna untuk menambah informasi pada IUCN (International Union for Conservation of Nature).
Selain itu, Indonesia telah melakukan kerja sama dengan peneliti asing dari Alaska dalam konservasi jenis burung Dara-laut Aleutian (Onychoprion aleuticus) dan negara di Asia Timur Australia dalam konservasi burung laut saat melakukan pertemuan (MoP – Meeting of Parties) ke-9 di Singapura pada 9-15 Januari 2017.
Untuk menjaga kelanggengan monitoring burung laut, maka kerjasama antara Unit Pelaksanaan Teknis (UPT) Balai Besar/Balai Konservasi Sumber Daya Alam/Taman Nasional Laut dengan pengamat burung lokal menjadi salah satu kunci penyelamatan burung laut.
Penyelamatan Burung Laut di Indonesia