Daerah Aliran Sungai (DAS) Mahakam merupakan salah satu kawasan di Kalimantan Timur yang memiliki luas 8,2 juta hektar atau sekitar 41% dari luas wilayah Propinsi Kalimantan Timur. Cakupan wilayah DAS Mahakam meliputi empat wilayah kabupaten, yaitu Kutai, Kutai Barat, Kutai Timur dan Malinau serta satu wilayah kota, yaitu Samarinda. Saat ini di kawasan DAS Mahakam terdapat areal lahan kritis seluas 1,52 juta hektar atau sekitar 55% dari total area yang perlu direhabilitasi di Kalimantan Timur.
DAS Mahakam merupakan pusat dari kegiatan banyak pihak, mulai dari sektor industri, pertanian, kehutanan, pertambangan, hingga pusat kegiatan ekonomi masyarakat. Selain itu, sungai Mahakam yang menjadi titik tengah DAS Mahakam merupakan urat nadi kehidupan sebagian besar masyarakat Kalimantan Timur, terutama masyarakat yang beraktivitas dan hidup di dalam kawasan DAS Mahakam.
Sampai dengan saat ini, telah banyak pihak yang memperoleh manfaat dan keuntungan, baik secara langsung maupun tidak langsung, dari keberadaan DAS Mahakam. Para pengusaha telah sekian lama mengeruk potensi tambang, hutan dan sumberdaya alam lainnya yang ada dalam kawasan DAS Mahakam, masyarakat telah memperoleh bahan pangan dan kebutuhan hidup lainnya, termasuk air, dari kawasan DAS Mahakam, serta pemerintah telah banyak menghasilkan proyek dari kawasan yang disebut DAS Mahakam. Walaupun masih terlihat ketimpangan dari sisi pemanfaatan DAS Mahakam oleh masyarakat dan oleh pengusaha, dimana pengusaha masihlah memperoleh bagian terbesar dari ‘kue’ DAS Mahakam.
Melihat akan arti penting dan kemanfaatan dari kawasan DAS Mahakam bagi banyak pihak di Kalimantan Timur, maka sudah saatnya Pemerintah Propinsi Kalimantan Timur mulai memikirkan penataan kembali kawasan DAS Mahakam dengan sebuah program yang terpadu dan berkelanjutan. Penataan kawasan yang dilakukan bukanlah untuk menghasilkan sebuah proyek berkelanjutan, namun lebih pada sebuah kemanfaatan yang berkelanjutan bagi masyarakat Kalimantan Timur, khususnya yang beraktivitas di kawasan DAS Mahakam.
Dari sekian banyak pihak yang telah meluangkan kakinya di Kalimantan Timur, ternyata telah sangat banyak yang melakukan aktivitas dan kajian terhadap pemanfaatan DAS Mahakam secara terpadu dan berkelanjutan. Namun sangat disayangkan, masih belum banyak pihak yang merasa hal tersebut adalah keinginan mereka, sehingga dengan silih bergantinya pemerintah dan terjadinya mutasi di birokrasi, membuat program yang telah tersusun dalam sebuah konsep akhirnya hanyalah menjadi arsip di perpustakaan ataupun menjadi referensi bagi sebuah penelitian.
Dalam sebuah diskusi informal yang dihadiri staf pemerintah, aktivis organisasi non pemerintah, akademisi dan pekerja lembaga kerja sama internasional, terungkap sebuah kenyataan bahwa ternyata Kalimantan Timur telah memiliki banyak sekali konsep dan program yang berkaitan dengan kawasan DAS Mahakam, namun kesemuanya saling tidak berkait dan saling tidak diketahui satu dengan yang lainnya.
Penyebab terjadinya hal ini dikatakan dalam pertemuan tersebut adalah dikarenakan para pemegang kebijakan (dalam hal ini kepala daerah dan pimpinan instansi teknis) masih belum memiliki keinginan politis untuk menjalankan sebuah program yang saling terpadu tanpa memikirkan kewilayahan dan kesektoran. Selain itu, hal ini diperburuk dengan kondisi akibat adanya mutasi di lingkungan birokrasi, sehingga ‘sang pemegang ide’ tidak lagi berada dalam posisi mungkin untuk meneruskan idenya.
Sebuah titik lemah yang sebenarnya telah disadari oleh banyak pihak (baik pemerintah maupun masyarakat) dalam proses pembangunan ini adalah kurang akuratnya dan kurang terdokumentasikannya dengan baik data-data yang dibutuhkan dalam sebuah proses perencanaan, tidak dilibatkannya banyak pihak (terutama masyarakat) dalam proses perencanaan hingga pelaksanaan dan pengawasan, lemahnya koordinasi antar wilayah dan antar sektor, serta belum adanya perangkat hukum yang memberikan penghargaan dan sanksi.
Keempat titik lemah tersebut hingga saat ini masihlah dalam kerangka sebuah pidato ataupun sebuah celoteh para pemegang kekuasaan di daerah, namun selalu terlupakan ketika proses pembangunan terjalankan.
Kelemahan sisi data yang akurat, selalu dipaparkan dalam sebuah proyek inventarisasi, pengolahan data dan lainnya, namun tidak pada sebuah proses pembangunan sistem dokumentasi data yang tertata rapi, mudah diakses dan akurat. Alasan yang dikemukakan ketika ditabrakan pada sisi lemah ini adalah kurangnya sumberdaya manusia yang mampu mengelola hal tersebut, namun ketika APBD diketuk, tak ada satu program peningkatan sumberdaya manusia pun yang diarahkan pada penyiapan sumberdaya manusia untuk menangani dan mengelola dokumentasi data, kecuali hanya untuk beasiswa pejabat, anak pejabat dan tetangga pejabat.
Kelemahan dari sisi pelibatan banyak pihak (terutama masyarakat) selalu terungkapkan, namun hingga saat ini sebuah upaya pembangunan kemandirian dan kekritisan masyarakat masihlah belum menjadi frame utama dari pemerintah dalam proses pembangunan. Ujung tombak pemerintah (kecamatan dan kelurahan/desa/kampung) masihlah belum termanfaatkan dengan baik sebagai ujung tombak dalam peningkatan partisipasi aktif masyarakat dan kekritisan masyarakat. Program-program di tingkat kecamatan dan kelurahan masihlah terpaku dengan sebuah rutinitas aktivitas pemerintahan, sementara proses pengembangan daya kritis dan kreativitas masyarakat masih belum menjadi prioritas dan dipandang hanya menjadi tugas organisasi non pemerintah. Padahal bila ujung tombak pemerintah telah difungsikan, maka biaya konsultasi publik akan menjadi lebih murah dan tak akan ada lagi ungkapan bahwa saat ini masih kekurangan dana untuk proses partisipasi masyarakat.
Kelemahan dari sisi koordinasi antar sektor selalu ditimpakan pada instansi BAPPEDA (Badan Perencanaan Pembangunan Daerah), sementara sisi koordinasi antar wilayah akhirnya akan ditimpakan pada Gubernur. Bappeda sebagai instansi penyatu antar sektor juga hingga saat ini masih kesulitan dalam memilah program dan mengkoordinasikan antar program, walaupun Rapat Koordinasi Pembangunan selalu dilaksanakan setiap tahunnya, namun forum rapat tersebut masihlah sebagai upaya pendorongan masuknya proyek dalam APBD, bukan dalam sebuah kerangka mensinergikan proyek sehingga memiliki sebuah dampak yang nyata bagi masyarakat yang dilayani oleh pemerintah. Dan posisi Gubernur Kalimantan Timur yang saat ini masih sibuk dengan divestasi saham KPC (yang mungkin lebih menguntungkan ketimbang membicarakan koordinasi lintas wilayah) masihlah belum memfungsikan dirinya sebagai fasilitator antar kabupaten/kota dengan anggapan bahwa sang bupati/walikota tidak ingin diatur dan duduk bersama. Apakah hal ini harus terus diabaikan dan dianggap angin lalu?
Kelemahan dari sisi hukum yang walaupun telah diketahui banyak pihak, namun masihlah belum dapat diwujudkan karena kekhawatiran melakukan kesalahan dalam pembuatan kebijakan daerah. Pemberian penghargaan dan sanksi hukuman masih dipandang belum penting untuk sebuah proses pembangunan yang baik di daerah. Mungkin inilah yang menyebabkan sisi hukum masih tidak lagi dipandang oleh masyarakat sehingga masyarakat masih lebih suka membuat dan menerapkan hukum masing-masing karena tidak ada yang mereka pandang layak untuk menerapkan hukum.
Kelemahan-kelemahan yang telah diketahui tersebut seharusnya bukanlah hanya sebuah jargon maupun celotehan politik, namun harus diresapi dalam diri bila memang ternyata ada sebuah kebutuhan bahwa DAS Mahakam bukanlah sebuah ladang proyek namun DAS Mahakam adalah merupakan sumber kehidupan bagi banyak pihak yang telah ratusan bahkan ribuan tahun yang lalu menggantungkan hidupnya dari aliran sungai dan sumberdaya yang ada dalam kawasan DAS Mahakam.
Mengelola DAS Mahakam secara terpadu dan berkelanjutan haruslah hadir dan lahir dari keinginan para pihak yang memiliki menggantungkan hidupnya dari kawasan DAS Mahakam, hingga kesalahan di masa lalu bahwa konsep tinggallah konsep tak akan terulang kembali.
Sebuah ungkapan yang terlontarkan oleh salah seorang staf pemerintah dalam pertemuan yang hanya dihadiri segelintir orang dari berbagai kepentingan adalah bahwa dalam pengelolaan DAS Mahakam, ternyata banyak pihak punya kepentingan, telah banyak pihak bicara, tapi hingga kini belum ada kesamaan konsep.